- Melihat Perempuan- perempuan Tangguh Pulau Kolorai
- 55 Pulau Kecil Digempur Tambang dan Sawit Tak Dibahas Capres
- Kala Pantai Kota Ternate Nyaris Habis karena Reklamasi
- Menelisik Implementasi Kota Jasa berbasis Agro-marine Kota Tidore Kepulauan
- Anak Muda Ternate akan Dapat Ilmu Gratis Soal Medsos
- Melihat Festival Kalaodi, dan Pekan Lingkungan Hidup P3K
- Ini Rencana Pesta Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Malut
- Empat Lembaga Bongkar Bobrok PT Korido di Gane
- Ini Win- win Solution Konflik Tenurial TNAL dengan Warga Adat Kobe
- Di Mare akan Dikembangkan Jambu Mente
Nonako: Sketsa Politik Maluku Utara
Berita Populer
- Empat Pelaku Spesialis Pencuri Barang Elektronik Diciduk Polisi
- Pulau Obi yang Kaya Kini “Telah Ludes”
- Survei Kecil Kondisi Listrik Pulau-pulau di Maluku Utara
- Riwayat Dusun Raja Suku Tobelo Dalam
- “Sultan Tidore, Morotai dan Jokowi.”
Berita Terkait
Oleh: Sukarno M. Adam
Pengajar Sosiologi dan Filsafat STKIP Kie Raha Ternate
Peneliti Bundaran Institute
Pengantar dalam buku “Filsafat Politik”, Mikhael Dua mendeskripsikan politik menurut Carl Schmitt, yang mengidentifikasikan politik adalah kawan dan lawan—muaranya merupakan tindakan untuk mempertahankan kekuasaan (Madung, 2013). Pengertian tersebut, jauh berbeda dengan politik yang dikemukakan oleh Syariati yaitu “Siyasah” yang maknanya mendidik. Namun, riil politik atau fakta politik yang tergambar dalam politik lokal adalah tindakan untuk mempertahankan kekuasaan, bukanlah untuk mendidik masyarakat.
Sandaran teori inilah memulai penulis memaknai dan memahami sketsa politik lokal untuk Pilwakot (pemilihan walikota) dan Pilbup (pemilihan bupati) ke depan. Memang “badai” politik di Maluku Utara sudah terasa sejak pemilukada, pemilihan legislatif, sampai pada pilpres yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi kemarin. “Badai” tersebut kembali menjadi hembusan yang tenang. Namun, hembusan tenang terasa hanya sekejap dan mulai menjadi kencang kembali, tatkala kalkulasi politik 2015 di depan mata. Yakinlah diksursus 2015 akan menjadi konsumsi publik dalam sehari dua ini. Inilah yang disebut dalam bahasa lokal (Ternate) adalah “nonako” yang artinya tanda.
Nonako atau tanda pertarungan politik sudah terlihat, gelombang diskursus bergulir. Bahkan tarik-menarik RUU Pemilukada yang ‘dikemudi’ melalui Jakarta yang telah disahkan menjadi UU, seakan menjadi sebuah penantian untuk lokal, Maluku Utara. Gong politik 2015 telah berbunyi sayembara politik lokal pun mulai. Mungkin
